Mengoptimalkan Potensi Individu dan Tim untuk Keberhasilan Organisasi
Dalam era globalisasi yang terus berkembang, keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada struktur dan str...
"When you increase empathy toward others, their defensive energy goes down, and positive energy replaces it. That’s when you can get more creative in solving problems.”
~ Stephen Covey
Salah satu unsur penting dalam coaching adalah empati. Empati merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dalam menciptakan trust and safety dan menjadi strategi dalam mempertahankan presence di dalam coaching. Empati membantu kita memahami coachee dan merespon di waktu yang tepat, sehingga dengan empati coachee merasa dipahami dan dimengerti, dan pada akhirnya dengan empati coach bisa mendapatkan solusi buat dirinya sendiri.
Menurut Miller (2017) empati adalah kemampuan memahami atau merasakan perasaan orang lain melalui sudut pandang mereka. Dalam hal ini seorang coach mampu menyadari dan menyesuaikan respon yang diberikan dengan emosi orang lain dan menempatkan diri pada posisi orang lain tanpa berbicara terlalu banyak.
Seberapa penting kemampuan empati yang harus dimiliki seorang coach dalam coaching? Tentunya sangat penting karena empati erat kaitannya dengan kemampuan mendengar dan kemampuan menggunakan kata-kata, memberikan respon yang tepat di waktu yang tepat. Dalam coaching, memanfaatkan respon empati akan mengarah pada hubungan yang lebih baik, penurunan emosi, dan ruang aman bagi orang lain untuk mengekspresikan perasaan mereka.
Empati adalah bagaimana kita merespon yang erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Jika dikaitkan dengan coaching, maka peran coach adalah menggunakan empati untuk membuat coachee nyaman dalam proses dialog. Kekuatan coaching adalah kemampuan menggunakan kata-kata dalam pertanyaan melalui “powerful questions”, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana kata-kata tersebut disampaikan. Memanfaatkan respon empati mengarah pada hubungan yang lebih baik, penurunan emosi, dan ruang aman bagi orang lain untuk mengekspresikan perasaan mereka.
Empati dalam coaching merupakan sebuah situasi dimana coach lebih banyak mendengar tentang dia, cerita tentang coachee. Jadi berilah respon kita karena cerita dari dia bukan cerita tentang kita, apalagi cerita tentang coach atau cerita dari luar. Untuk itu dalam merespon perlu kehati-hatian misalnya dengan kalimat di bawah ini:
“Saya sangat memahami atau saya sangat mengerti” bisa jadi yang kita pahami belum tentu sama dengan yang coachee pahami. Apakah itu terkait emosi atau pengalaman yang dialami oleh coachee saat itu.
Bandingkan:
“Yang saya pahami, situasi tersebut membuat Anda….”
Kalimat itu memberi pesan bahwa kita sebagai coach ada usaha untuk mencoba memahami situasi coachee.
“Jika saya berada di situasi Anda, tentunya hal itu tidak mudah….”
Kalimat ini memberi perspektif akan adanya usaha memahami kondisi jika coach berada di posisi coachee.
“Saya tidak tau mau bilang apa, tapi saya kagum kamu mau berbagi….”
Kalimat ini memberi kesan apa adanya dari seorang coach dan ada apresiasi dari apa yang disampaikan coachee.
Jika kita tidak yakin dengan cara terbaik merespon coachee, saatnya untuk mundur “take a step back” dengan cara berhenti sejenak. Disinilah pentingnya mindful breathing dilakukan sambil memperhatikan pikiran dan perasaan apa saja yang muncul untuk kemudian dibiarkan lewat serta rasakan sensasi pada tubuh atas tanggapan yang disampaikan coachee. Hal ini penting untuk merefleksikan dan memilih tanggapan yang penuh kasih daripada membiarkan otak melakukan tanggapan otomatis (auto pilot) yang mungkin tidak kita butuhkan.
Baca juga Pentingnya Kecerdasan Emosional Bagi Pemimpin
Kehadiran fisik dan keinginan kita untuk mendengar mereka sudah menunjukkan kepedulian kita kepada coachee, meski kita belum dapat kata-kata yang tepat untuk meresponnya. Bahkan dengan desahan menarik nafas seperti “kedengarannya tidak mudah” bagi coachee yang auditory atau kelihatannya tidak mudah (bagi yang visual) atau rasanya memang tidak mudah (baik yang kinestetik)
Coaching dalam empati bukan hanya mendengarkan dan menyaring apa yang penting dan tidak penting menurut pemikiran kita serta langsung ke hasil akhir yang kita inginkan, namun pikiran, perasaan dan tindakan coachee merupakan data yang diperlukan coach untuk membuat coachee keep forward, bukan pada masa lalu dan membahas masalah-masalah tapi fokus pada coachee agar dapat menemukan solusi dan bukan untuk diberikan penilaian.
Adapun beberapa cara merespon yang dapat dilakukan yaitu:
1. Sadari dan akui rasa sakit atau ketidaknyamanan mereka
Ketika seorang coach terhubung dengan rasa sakit atau kondisi ketidaknyamanan yang dirasakan coachee, maka coachee merasa didukung dan dipahami perasaannya. Coachee yang berada dalam situasi seperti ini pada dasarnya ingin di dengar dan diterima apa yang ia alami.
Contoh:
2. Bagikan perasaan Anda
Kadang tidak mengapa kita mengakui tidak tahu mau mengatakan apa dan bagaimana kita sebagai coach tidak mudah untuk membayangkan pengalaman coachee yang telah dilaluinya. Intinya jangan mengabaikan perasaan mereka dan pastikan Anda berbagi perasaan agar lebih terkoneksi dengan coachee.
Contoh:
3. Tunjukkan apresiasi bahwa orang tersebut telah membuka diri
Banyak orang yang enggan untuk berbagi cerita pengalaman kelamnya karena takut tidak akan menerima tanggapan empati. Namun ketika coachee memilih untuk terbuka kepada Coach, itu menunjukkan bahwa dia benar-benar mempercayai kita. Tugas kita adalah menghormatinya dan menanggapinya dengan hati-hati. Sampaikan kepadanya bahwa kita menghargai dia berbagi dan mengakuinya, karena bisa saja sulit untuk melakukannya. Untuk itu tunjukkan bahwa kita adalah orang yang aman untuk berbagi cerita.
Contoh:
4. Menunjukkan ketertarikan atau minat
Salah satu alasan mengapa orang mau berbicara/berbagi dengan seseorang, karena ia ingin punya teman bicara dan merindukan sebuah hubungan atau koneksi. Mereka ingin seseorang tertarik dengan cerita mereka dan memahami perasaan mereka. Dan cara terbaik untuk terhubung dengan seseorang bukanlah dengan berbicara, tetapi dengan mendengarkan.
Contoh:
5. Berikan semangat
Beberapa orang mencoba memberi semangat ketika seseorang sedang melalui masa-masa sulit dan menunjukkan cara untuk mencoba "memperbaiki" masalah atau memaksa orang untuk melihat sisi baiknya. Kecenderungan manusia adalah menilai cara orang tersebut mengekspresikan diri atau pikiran sesuai dengan keyakinan kita sendiri sehingga muncul keinginan untuk memberi nasihat. Namun sayangnya tidak semua coachee bisa menerimanya dan bukan berarti kita tidak bisa memberi semangat tinggal bagaimana memperhatikan dan menunggu momentumnya. Pastikan bahwa kita peduli dengan pengalamannya.
Contoh:
6. Bersikaplah suportif
Dalam proses coaching, tawaran dukungan kepada coachee sangatlah berarti. Beberapa cara untuk menyatakan bahwa Anda peduli:
Seorang coach yang menggunakan empathy akan menghargai apa yg dirasakan dan dialami oleh coachee tanpa terpengaruh dengan cerita coachee. Oleh karenanya salah satu cara untuk menetralkan diri kita adalah mengambil nafas untukk menetralkan diri kita untuk tidak ikut dalam drama atau cerita coachee tetapi menjadikannya cerita caochee sebagai informasi baik berupa thinking, feeling, dan aksi, untuk bergerak maju mendapatkan solusi bagi dirinya.
Menurut Dale Carnegie dalam Stephany (2015), saat menghadapi orang, ingatlah bahwa Anda tidak sedang menghadapi logika, tapi makhluk degan emosi. Saat coach dan coachee dapat merasakan apa yang dirasakan oleh masing-masing pihak, maka pada saat itulah empati menjadia jalur komunikasi terbuka antar keduanya. Berikut ini beberapa pemahaman tentang empati yang perlu dicermati:
Meningkatkan empati membantu kita memperdalam hubungan antara coach dan coachee. Sebagai makhluk sosial, manusia secara harfiah terhubung untuk merasakan empati, dan melakukan upaya untuk mempraktikkan empati. Lebih sering kita terhubung, akan menghasilkan hubungan yang lebih dalam dan bermakna baik secara profesi dan pribadi.
Begitupun bagi coach yang tidak tahu mau bertanya apa, maka empati dapat menjadi salah satu penolong untuk menemukan pertanyaan yang tepat. Untuk itu beberapa manfaat empati yang bisa kita dapatkan adalah:
1. Penyadaran diri
Empati membuat diri kita mau melepaskan diri dari pengalaman kita sendiri untuk melangkah ke posisi orang lain. Emosi kita akan menjadi dinamis dan membantu kita untuk hadir sepenuhnya. Ketika kita fokus degan cochee maka kesempatan untuk hadir di hadapan orang lain dan kesempatan untuk menciptakan pemahaman dan hubungan akan muncul.
2. Meningkatkan Kerjasama
Saat kita menunjukkan empati kepada orang lain, akan membantu menumbuhkan semangat dalam diri coachee dan membantu dalam pengambilan keputusan. Orang mungkin tidak ingat lagi dengan apa yang telah kita perbuat padanya, tetapi mereka akan ingat bagaimana kita membentuk perasaannya. Untuk itu pastikan perasaan yang tercipta nantinya adalah perasaan positif yang harapannya berdampak pada pengambilan keputusan.
3. Menciptakan Kreativitas dan Inovasi
Empati dapat memberikan pintu masuknya kepercayaan diri untuk memperluas wilayah berpikir sekaligus menguji ide-ide baru yang dimiliki coachee Apresiasi dari coach membuat coachee bergerak maju untuk terus tumbuh dan melakukan perbaikan, bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk ornag lain.
4. Memberikan Pengaruh
Empati tidak hanya memberikan pengaruh positif kepada individu tapi juga kepada orang di luar dirinya. Dengan empati menunjukkan siapa diri kita. Kemampuan utuk menerima pandangan orang lain, khususnya saat orang lain tidak setuju dengan pendapatnya, maka empati memberikan peluang untuk membawa orang lain masuk ke dalam lingkar pengaruh pikiran kita. Kepercayaan ini sangat penting dan dibutuhkan dalam menentukan siapa diri kita, posisi atau kedudukan kita dihadapannya.
5. Memicu Tindakan
Empati membuat kita mempertimbangkan pemikiran orang lain, dan membayangkan bagaimana kita berada di posisi coachee dan akhirnya memicu kita untuk menawarkan bantuan kepadanya.
“To present empathy to ourselves and others effectively,
We need to slowdown and be aware to our emotions”
-Anonymous
Coach yang mampu menggunakan keterampilan empati di saat yang tepat, sesungguhnya ia telah memiliki alat untuk melakukan perubahan pada diri coacheenya (Brockbank & McGill; 2013). Secara praktis empati dapat dibangun melalui komunikasi. Menurut Albert Mehrabian, dalam penelitiannya (1971), ada 3 elemen yang sangat penting dalam komunikasi:
1. Kata-kata yang terucap berperan 7 % (Verbal)
2. Intonasi suara berperan 38% (Vocal)
3. Bahasa tubuh & ekspresi wajah 55% (Visual).
by Albert Mehrabian,
Dalam empati, 3V ini sangat penting untuk membangun rapport dimana seorang coach akan menyamakan dan mencocokkan fisiologi atau bahasa tubuh melalui cara duduk, postur dan gestur. Begitupun dengan penyamaan suara melalui kecepatan bicara, volume dan nada suara serta pilihan kata dengan menggunakan bahasa yang mereka pahami serta tangkap apa yang tidak mereka ungkapkan. Tentunya penyamaan ini bukan sekedar menyamakan secara fisik, namun bagaimana seorang coach masuk dan memahami dunia coachee.
Simak pemahaman akan empati di bawah ini:
Kadang seorang coach terjebak dengan asumsi, oleh karenanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk merubah asumsi menjadi empati sekaligus meningkatkan kadar empati yaitu:
1. Fokus pada coachee
Berfokus pada coachee yang merupakan komponen paling dasar dan langkah awal dari empati dengan memperhatikan orang lain. Fokus erat kaitannya dengan presence untuk membantu seorang coach untuk menimbulkan empati terhadap diri coachee karena ia hadir penuh untuk medengarkan coachee, namun ia sendiri tidak terpengaruh dengan pikiran dan perasaan tersebut.
Fokus pada coachee juga berarti tidak ada asumsi, prasangka apalagi yang sifatnya negatif. Jika dikaitkan dengan surah Al-Hujurat ayat 12 dikatakan bahwa “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan jangan menggunjingkan satu sama lain.”
Begitupun dalam surah Yunus ayat 36 menyatakan bahwa prasangka itu tidak mendatangkan kebenaran apa pun. Oleh karenanya, tantangan dalam presence adalah belajar memandang coachee dengan mengesampingkan prasangka. Kita tidak bisa membatasi cermin neuron untuk menjalankan fungsinya dalam memahami realitas mereka atau apa yang dirasakan orang lain, tapi kita perlu mempertahankan reliatas kita sendiri untuk dapat berfungsi efektif dalam pemberian bantuan dan dukungan kepada coachee.
2. Mengganti asumsi dengan keinginantahuan
Dengan rasa ingin tahu, memberi kita jalan menuju empati sehingga lapisan demi lapisan asumsi yang ada di kepala kita terangkat melalui bertanya, mengobservasi dan mendengarkan apa yang coachee katakan, pikirkan, rasakan dan lakukan. Ibaratnya gunung es, perilaku yang kita lihat dari orang lain hanyalah puncak gunung es, dan gunung es lainnya yang ada disekitanya mentriger emosi di balik perilaku itu.
Rasa ingin tahu membuka kita untuk melihat ke bawah permukaan dan mencari tahu alasan yang lebih dalam mengapa sesuatu telah terjadi. Misalnya seorang pegawai yang ditawari jabatan oleh atasan dan ia menolaknya. Sebagian orang akan berpikir ia menyia-nyiakan kesempatan tersebut, atau ada yang berpikir ia sudah tidak butuh lagi jabatan tersebut karena sudah berada di zona nyaman.
Untuk menghilangkan asumsi tersebut maka pimpinan memanggilnya dan mencari tahu alasan dibalik penolakannya, dan tidak memarahi atau tersinggung melainkan menanyakan langsung kepada pegawai bersangkutan.
Ternyata alasan pegawai tersebut menolak dikarenakan faktor kesehatan dimana ia harus mengkomsumsi obat setiap harinya yang disebabkan penyakit ginjal dan asam urat. Dari percakapan tersebut akhirnya menghasilkan hubungan emosional dengan pegawai tersebut. Atasan lebih memahami apa yang dihadapi dan diderita bawahannya.
Akhirnya ia menyadari bahwa asumsi yang berupa prasangka telah terjawab dengan sejumlah pertanyaan dan bukti fisik yang selama ini tidak terlihat oleh orang lain. Sementara atasan tersebut juga menyadari bahwa ia telah menghadapi kondisi emosional kompleks dari situasi organisasi yang hanya ia lihat dari atas permukaan.
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”
(10. Yunus; 36)
3. Meningkatkan rasa syukur
Dalam proses coaching, kadang kita mendapati situasi coachee yang berbeda dengan kita. Perbedaan itu bisa berupa kerasnya kehidupan yang harus dihadapi dan dijalani si coachee yang jika dibandingkan dengan diri kita tidaklah sekeras dengan dirinya. Dengan meningkatkan kesadaran akan nikmat Allah yang diberikan kepada kita berupa kesehatan, orang terkasih dan tercinta, sahabat sejati, rekan kerja, mitra kerja, asisten yang membuat hidup kita menjadi lebih mudah dan nyaman. Akui keberadaan mereka setiap hari bahwa tanpa mereka, kita tidak dapat melakoni peran kehidupan kita menjadi lebih fokus dan akhirnya kita bisa membantu orang lain.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
(55. Ar Rahmaan: 13)
“Coaching is about questions but the power is not just the words, it is the way of asking”
Dengan melatih empati secara aktif, sekaligus memberi peluang untuk membentuk hubungan emosional yang mendorong wawasan, kepercayaan, dan membantu kita memecahkan masalah bersama. Empati menuntut kita untuk memiliki kebaikan hati dan keterbukaan pikiran, tanpa menghakimi sekaligus menimbulkan dengan rasa ingin tahu. Apapun pertanyaan yang ditujukan serta respon yang diberikan dalam proses coaching nantinya, tujuannya untuk membawa coachee bergerak maju, melangkah meraih tujuan mereka.
Contoh Situasi:
Coachee Anda menyampaikan alasan penolakan menerima jabatan yang ditawarkan kepadanya karena masalah kesehatan dan semua penyakit yang menyertainya. Ada rasa sakit, tentu saja, tetapi yang lebih penting, dia tidak bisa bekerja penuh ekstra seperti ketika ia masih muda. Sekarang ia sangat tergantung dengan komsumsi obat. Ia pun memperlihatkan perubahan fisiologis pada beberapa bagian tubuhnya akibat penyakit yang dideritanya yang seama ini tidak terlihat oleh rekan kerjanya.
Respond:
“Jadi…Bapak merasa tidak nyaman menerima tanggungjawab tersebut bukan hanya karena rasa sakit di tubuh ya, tetapi karena kemampuan Bapak untuk bekerja lebih maksimal telah terbatasi”. Kalau begitu apa yang bisa Bapak bantukan ke saya agar tugas organisasi ini bisa terbantukan.
Coachee:
“Saya akan usahakan membantu bapak semampu yang saya bisa berikan berupa pemikiran Pak.”
Percakapan diatas menunjukkan sang atasan berusaha menunjukkan sikap empati degan menggunakan model “Kamu merasa… karena…”. Namun demikian ia tidak berhenti di empati, melainkn memasukkan unsur coaching didalamnya dengan mengajaknya bergerak maju melalui pertanyaan:
“When you increase empathy toward others, their defensive energy goes down, and positive energy replaces it. That’s when you can get more creative in solving problems.”
~ Stephen Covey
Maksimalkan potensi kepemimpinan Anda dengan bantuan Leadership Coach kami.
Referensi:
Brockbank, A., & McGill, I. (2013). Coaching with empathy. McGraw-Hill Education (UK).
Miller, Michael. (2017). Increase Empathy in the Six Seconds Model of EQ. https://www.6seconds.org/2017/06/14/increase-empathy/
Stephany, K. (2015). Cultivating empathy: inspiring health professionals to communicate more effectively. Bentham Science Publishers.
Explore lebih banyak artikel dalam kategori yang sama untuk menemukan informasi menarik lainnya.
Dalam era globalisasi yang terus berkembang, keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada struktur dan str...
Dalam dunia yang penuh dengan informasi dan distraksi, menjadi seorang pembicara atau penulis yang dapat menarik perhati...
Kolaborasi dalam tim adalah inti dari keberhasilan di banyak aspek kehidupan, mulai dari lingkungan kerja hingga proyek-...
Kolaborasi tim yang efektif adalah fondasi bagi kesuksesan dalam berbagai proyek dan organisasi. Ketika individu-individ...
Nirwati Yapardy
Working as A Coach, Widyaiswara, Trainer, Facilitator, and Assessor at Training and Development and Government Management Study Center (Puslatbang KMP LAN RI). She completed her undergraduate degree at Educational Institute (IKIP) in Makassar. She accomplished her master's degree at Newcastle University in Australia, majoring in Human Resource Management and Industrial Relations. Specialize in Human Resources on Public Sector from the Malaysian Government, INTAN. Scholarship from the German gov