Memahami Makna Layanan
Bringing the culture of sharing to everyone

Sahabat, adakah di antara Anda yang pernah mengalami hal-hal seperti di bawah ini:

1. Masuk ke suatu toko untuk mencari atau membeli sesuatu lalu mendapati karyawan toko sedang asyik mengobrol. Alih-alih menyambut kedatangan Anda, mereka seakan-akan seperti tidak menyadari kehadiran Anda, sehingga harus Anda yang terlebih dulu bertanya atau menyapa mereka, atau bahkan memutuskan untuk pergi saja karena merasa diabaikan.

2. Berbelanja di supermarket, lalu melihat karyawan yang sedang sibuk menata barang di rak display. Saat Anda bertanya di mana Anda dapat menemukan suatu barang, karyawan tersebut merespon dengan muka masam, seakan-akan Anda mengganggu konsentrasi dan pekerjaannya, kemudian menunjukkan arah hanya dengan menggunakan jari telunjuknya saja.

3. Antri cukup lama di bank pada saat jam sibuk, lalu petugas bank yang asyik melayani justru terlihat santai dan berbasa-basi dengan customer tanpa menunjukkan kepedulian atau sense of urgency bahwa masih banyak customer lain yang sedang menunggu giliran.

4. Datang ke reception desk sebuah hotel untuk melakukan check-in dan berhadapan dengan petugas yang tetap sibuk menatap layar komputernya tanpa mengindahkan keberadaan Anda sehingga harus Anda yang menegurnya terlebih dahulu.

Dan masih banyak contoh lainnya yang terkadang membuat Anda jengkel, menggelengkan kepala atau sekedar tersenyum miris karena mendapatkan pelayanan demikian.

Layanan dari perspektif customer

Dari beberapa contoh di atas, jika sekarang saya meminta Anda untuk mengingat-ingat kembali selama satu minggu ke belakang, berapa kali Anda melakukan interaksi sebagai seorang customer? (mungkin sebagian dari Anda tidak akan ingat secara detil). Lalu di dalam interaksi tersebut, berapa kali Anda mendapatkan layanan yang menyenangkan dan sesuai dengan harapan Anda? berapa kali Anda harus mengalami layanan yang sebaliknya - yakni layanan yang jauh di bawah ekspektasi Anda, layanan yang membuat Anda kecewa hingga langsung bertekad untuk mengganti perusahaan penyedia layanan tersebut dengan yang lain?

Jika pengalaman yang mengecewakan ternyata jumlahnya lebih banyak, berarti ada sesuatu yang salah dan tentunya harus diperbaiki. Mungkin Anda akan bertanya-tanya apakah memang standar layanan yang diberikan oleh banyak perusahaan kepada para customer-nya saat ini sudah seperti itu? Apakah karena harapan Anda terlalu tinggi sehingga merasa apa yang disajikan terasa kurang atau tidak memuaskan? Apakah Anda harus menurunkan standar kepuasan Anda? dst.

Baca juga 5 Mindset Pebisnis Sukses

Jawabannya bisa jadi benar bahwa standar layanan yang diberikan oleh banyak perusahaan kepada pada customer-nya saat ini memang kurang baik, sehingga sebagai customer-pun Anda pada akhirnya terbiasa dengan macam layanan yang seperti itu. Anda dipaksa untuk puas meskipun Anda masih berharap bisa mendapatkan lebih. Jika Anda prihatin dengan kondisi ini dan mengharapkan kondisi yang lebih baik, Anda tidak sendirian.

Krisis layanan

Ron Kaufman - seorang pakar yang dinobatkan sebagai Global Guru No.1 dalam bidang layanan pada tahun 2019, di dalam salah satu bukunya yang berjudul Uplifting Service, mengungkapkan bahwa krisis terhadap layanan memang terjadi dan dapat ditemui di mana-mana.

Lantas mengapa hal ini bisa terjadi?

Ada dua hal yang menjadi penyebab utama mengapa banyak orang yang tidak memahami layanan dengan benar:

1. Karena sistem pendidikan kita tidak menjadikan LAYANAN sebagai salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari – mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi tidak ada mata pelajaran yang membahas mengenai layanan.

2. Pemahaman kita terhadap arti layanan atau melayani memiliki konotasi yang sifatnya negatif. Contoh yang paling sering kita dengar adalah ungkapan “Customer adalah Raja.” Pernyataan ini menimbulkan kesan bahwa kita yang melayani customer adalah pihak yang lebih ‘rendah.’ Begitu juga dengan Slogan “Customer selalu benar.”

Pernyataan ini juga menimbulkan kesan bahwa kita yang melayani customer adalah pihak yang selalu ‘salah.’ Pemahaman yang keliru ini mengakibatkan orang jadi enggan atau gengsi untuk berada di posisi yang menyajikan layanan.

Meluruskan pemahaman terhadap layanan

Dari dua penyebab utama krisis layanan di atas, berikut langkah-langkah yang dapat kita lakukan bersama-sama untuk meluruskan pemahaman terhadap layanan:

1. Mengubah mindset atau pola pikir kita terhadap layanan. Layanan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang kita lakukan untuk menciptakan nilai kepada orang lain - tidak ada perbedaan kedudukan (lebih tinggi atau lebih rendah) antara yang melayani dan yang dilayani. Karena disadari atau tidak, di dalam semua aspek kehidupan kita, kita akan terus bersentuhan dengan layanan.

Contohnya saat dilahirkan dulu, kita 100% tergantung dan sangat membutuhkan kehadiran orang lain untuk melayani kita. Selanjutnya saat kita tumbuh dan beranjak dewasa, berangsur-angsur peran tersebut berganti dan kita-lah yang kemudian menjadi penyaji layanan untuk orang lain. Karenanya, sudah menjadi suatu hal yang alami bagi kita untuk melayani.

2. Menanamkan kesadaran bahwa melayani bukanlah sekedar menjalankan atau mematuhi prosedur yang ditetapkan organisasi atau perusahaan, tapi lebih kepada dedikasi dan bentuk kepedulian kita kepada orang lain. Dengan memperbaiki kualitas layanan yang kita sajikan kepada orang lain atau customer – dengan memberikan sesuatu yang bernilai bagi mereka, sejatinya akan memberikan manfaat lebih bagi diri kita sendiri.

3. Mengajarkan prinsip-prinsip layanan yang excellent (prima) sejak dini mulai dari bangku sekolah hingga pendidikan tinggi, sehingga pemahaman akan layanan yang unggul dapat tertanam dengan baik terutama saat memasuki dunia kerja. Sudah saatnya layanan memiliki kurikulum khusus yang wajib dipelajari oleh semua orang dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Jika semua orang secara sadar atas keinginannya sendiri berkomitmen untuk menyajikan layanan secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk terus menciptakan nilai tambah kepada orang lain atau customer-nya, bukan karena diminta atau terpaksa atau karena dibayar, seharusnya pertanyaan yang kita ajukan di atas terjawab - yakni dengan pemahaman layanan yang benar dan mendalam, sejatinya standar layanan yang diberikan perusahaan dapat memenuhi bahkan melampaui harapan para customer-nya.

Dengan terus-menerus menciptakan nilai lebih, layanan yang prima dapat membangun kesetiaan dan hubungan yang harmonis dengan customer dalam jangka panjang. Tidak hanya itu, sebagai pihak yang menyajikan layanan, Anda-pun nantinya akan dapat memperoleh kepuasan diri dan kesuksesan baik dalam karir maupun bisnis Anda.  

Jika artikel ini bermanfaat, silakan di-share kepada orang-orang yang Anda kasihi.

Salam layanan,

Althaf R. Tibyan

Raih kesuksesan bisnis Anda dengan bantuan Business Coach kami. 

Althaf Rafiq Tibyan
Althaf Rafiq Tibyan
Certified Professional Coach

Althaf Tibyan is an exceptional Service Excellence Coach with over two decades of experience in the national and international banking industry. Let's elevate your customer service!

Konten Artikel Terkait

Explore lebih banyak artikel dalam kategori yang sama untuk menemukan informasi menarik lainnya.

Strategi Mengelola Risiko dalam Bisnis untuk Pertumbuhan Jangka Panjang
7 Feb 2024

Strategi Mengelola Risiko dalam Bisnis untuk Pertumbuhan Jangka Panjang

Bisnis selalu dihadapkan pada berbagai tantangan yang dapat membayangi potensi pertumbuhan jangka panjang. Oleh karena i...

Panduan Analisis Pasar untuk Pengusaha Pemula
1 Sep 2023

Panduan Analisis Pasar untuk Pengusaha Pemula

Analisis pasar adalah langkah penting dalam merencanakan bisnis yang sukses. Bagi pengusaha pemula, memahami pasar adala...

Langkah-langkah Menuju Pengembangan Produk yang Sukses
18 Aug 2023

Langkah-langkah Menuju Pengembangan Produk yang Sukses

Pengembangan produk yang sukses merupakan salah satu aspek kunci dalam menjaga daya saing bisnis Anda di pasar yang teru...

7 Ide Bisnis yang Tepat untuk Generasi Milenial
10 Aug 2023

7 Ide Bisnis yang Tepat untuk Generasi Milenial

Generasi milenial, yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996, telah tumbuh dalam era teknologi dan informasi yang berkemb...