Membangun Budaya Coaching di Organisasi

Membangun Budaya Coaching di Organisasi
Bringing the culture of sharing to everyone

Seorang pegawai sedang mengerjakan suatu tugas dari pimpinannya dan ia menemukan masalah untuk menyelesaikannya. Pegawai ini kemudian menemui pimpinannya. Ia bertanya mengapa cara yang ia lakukan tidak berhasil dan apa yang harus ia lakukan.

Skenario pertama, sang pimpinan menjelaskan apa yang salah, dan menginstruksikan pegawai tersebut apa dan bagaimana yang seharusnya ia lakukan untuk menyelesaikan masalahnya.

Skenario kedua, pimpinan tersebut mengatakan ia hendak pergi ke rapat untuk beberapa waktu dan meminta bawahannya itu untuk mencari tahu dimana dan kenapa masalah tersebut muncul dan apa yang bisa ia lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Ia juga menyatakan akan mengecek apakah solusi pegawainya berhasil setelah ia kembali.

Beberapa saat kemudian, setelah kembali dari rapat,  sang pegawai menyampaikan bahwa ia telah mendapatkan solusi dan masalahnya sudah bisa diatasi. Sang pimpinan dengan takjub bertanya, "Apa yang kamu lakukan?", sang pegawai menjawab bahwa inilah masalahnya dan yang ia lakukan seperti ini dan ini, dan masalah tersebut sudah bisa ia atasi.

Apa itu Coaching?

Menurut Whitmore (2009) skenario pertama adalah mentoring, dan skenario kedua adalah coaching. Menurut Whitmore, satu kalimat yang dinyatakan oleh pimpinan “dimana dan kenapa masalah muncul, dan apa solusinya”  namun kalimat ini mampu mengeluarkan  awareness (apa yang terjadi dan apa yang sedang dialami) dan tanggung jawab (responsibility) dari bawahannya.

Esensi dari coaching menurut Whitmore (2009) adalah “Membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja mereka sendiri”. Definisi lain tentang coaching adalah suatu hubungan kemitraan dengan individu melalui proses kreatif yang ditujukan untuk memaksimalkan potensi personal dan professional dirinya (ICF).

Baca juga Pemimpin yang Efektif, Apa Saja Ciri-Cirinya?

Dari beragam defenisi tentang coaching, maka coaching dapat didefenisikan sebagai proses hubungan satu-satu (one-on-one relationship) antara seorang coach dan coachee (orang yang menerima coaching) yang bertujuan mendorong terciptanya perubahan perilaku melalui kesadaran diri (self-awareness) dan belajar (learning) yang pada akhirnya menghasilkan kesuksesan bagi individu tersebut dan juga organisasi.

Coaching di Pemerintahan

Saat ini, Coaching sudah mulai digunakan di dunia pemerintahan, hal ini telihat dari diterbitkannya Peraturan Lembaga Administrasi Negara (PERLAN) Nomor 10 tahun 2018, tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipil. 

Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa coaching adalah pembimbingan peningkatan kinerja melalui pembekalan kemampuan memecahkan permasalahan dengan mengoptimalkan potensi diri.

Bahkan lebih rinci diatur bahwa 1 (satu) kali kegiatan coaching setara dengan 2 (dua) JP. Bahkan kegiatan coaching tersebut maksimal dilakukan 2 kali dalam 1 bulan.

Mengapa Coaching dibutuhkan Organisasi?

Hasil-hasil riset sebelumnya menunjukkan bahwa coaching secara profesional dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi pimpinan (Browde, 2011; Evers, Brouwers, & Tomic, 2006;  Kombakaran, Yang, Baker, & Fernandes, 2008).

Terdapat tiga alasan utama kenapa coaching bagi pimpinan, efektif dalam mendorong peningkatan kinerja bawahan yaitu:

1. Coaching menstimulasi munculnya kesadaran, ide, pemikiran, dan kreativitas dalam menemukan solusi kreatif dan inovatif bawahan.

2. Coaching menumbuhkan rasa percaya diri dan sikap positif karyawan.

3. Coaching memunculkan rasa memiliki (sense of ownership) yang tinggi terhadap ide, target kinerja strategi, dan taktik yang muncul dari dalam diri bawahan sendiri.

Selain tiga hal tersebut, Whitmore (2009), menyatakan bahwa coaching mampu untuk meningkatkan unjuk kerja dan produktifitas bawahan, karena coaching mampu meningkatkan pembelajaran (learning), meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas terhadap perubahan, menumbuhkan tanggungjawab dan (ownership and responsibility).

Studi meta-analisis Jones, Woods dan Guillaume (2016) menemukan bahwa coaching memiliki pengaruh positif terhadap outcome organisasi secara keseluruhan dan secara khusus mampu meningkatkan keterampilan karyawan, perasaan, dan hasil unjuk kerja individual.

Membangun Budaya Coaching

Menurut Clutterbuck dan Megginson (2005), Hardingham dkk. (2004) dan Caplan (2003), budaya coaching (coaching culture) dapat dikatakan terbangun di organisasi ketika pendekatan coaching digunakan oleh pimpinan, atasan, manager, dan staf untuk mengelola dan mengembangkan semua orang dalam organisasi sehingga individual, team, dan organisasi meningkat unjuk kerjanya dan nilainya (shared value) bagi semua stakeholder.

Sebuah organisasi dikatakan sudah memiliki budaya coaching jika seluruh karyawan  memahami dan menerapkan coaching dalam  kehidupan organisasi yang didukung oleh sistem manajemen dan sistem pengembangan Human Capital yang terintegrasi dan menjadi bagiand dari perillaku pimpinan.

Seperti halnya  perusahaan Group Astra Internasional telah mengembangkan coaching sebagai budaya perusahaan, khususnya dalam hal management talenta untuk pengembangan program internal kepemimpinan mereka (Benyamin, 2017).

Adapun beberapa pengalaman coach dalam pengembangan pegawai melakukan coaching dengan tahapan sebagai berikut:

1. Dapatkan dukungan dari seluruh level pimpinan manajemen, sebagai dasar menjadikan pemimpin sebagai Coach untuk mengoptimalkan kinerja karyawan secara konsisten.

2. Mendorong setiap pemimpin untuk menjadikan caochig sebagai salah satu kunci indikator kinerja pimpinan dalam mengelola bawahannya.

3. Mengembangkan coaching sebagai bagian dari talent manajemen untuk mengoptimalkan potensi dan kompetensi calon pemimpin yang disiapkan bagian kepegawaian (SDM).

Langkah-langkah mengembangkan budaya coaching di organisasi dapat secara rinci dibaca pada Gormley dan van Nieuwerburgh (2014) atau Hawkins (2012).

Kesimpulan

Coaching telah banyak digunakan oleh organisasi dan menujukkan hasil yang memuaskan untuk memunculkan perbaikan terhadap unjuk kerja, mempromosi latihan dan belajar atau meningkatkan well being dan sikap positif karyawan.

Langkah selanjutnya adalah bagaimana agar coaching bisa diterapkan di tingkat organisasi. Serangkaina langkah telah ditawarkan oleh beberapa ahli. Hanya saja, belum banyak studi yang membuktikan langkah-langkah ini apakah efektif atau belum. Namun, beragam ahli telah menyatakan bahwa ke depan coaching akan menjadi salah satu pilihan strategik organisasi untuk menghadapi perubahan

Maksimalkan potensi kepemimpinan Anda dengan bantuan Leadership Coach kami. 

Referensi

Benyamin, A. (2017). Peran strategik pemimpin dalam membangun budaya coaching. Artikel APCLI No: 001/Apcli/I. http://www.apcli.co.id/developing-coaching-as-a-culture/

Browde, B. (2011). Coaching political leaders: Can coaching be used to improve the quality of executive‐level government?. Journal of Leadership Studies, 5(1), 71-75.

Caplan, J. (2003). Coaching for the future: How smart companies use coaching and mentoring. CIPD Publishing.

Clutterbuck, D., & Megginson, D. (2005). Making coaching work: Creating a coaching culture. CIPD Publishing.

Evers, W. J., Brouwers, A., & Tomic, W. (2006). A quasi-experimental study on management coaching effectiveness. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, 58(3), 174.

Gormley, H., & van Nieuwerburgh, C. (2014). Developing coaching cultures: a review of the literature. Coaching: An International Journal of Theory, Research and Practice, 7(2), 90-101.

Hardingham, A., Brearley, M., Moorhouse, A., & Venter, B. (2004).The coach’s coach: Personaldevelopment for personal developers. London: CIPD.

Hawkins, P. (2012). Creating a Coaching Culture: Developing a Coaching Strategy for Your Organization. McGraw-Hill Education (UK).

Jones, R. J., Woods, S. A., & Guillaume, Y. R. (2016). The effectiveness of workplace coaching: A meta‐analysis of learning and performance outcomes from coaching. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 89(2), 249-277.

ICF (International Coach Federation) https://coachfederation.org/about

Peraturan Lembaga Administrasi Negara (PERLAN) Nomor 10 tahun 2018, tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai Negeri Sipilg

Whitmore, J. (2009). Coaching for performance: Growing human potential and purpose: the principles and practice of coaching and leadership. Hachette UK.

Nirwati Yapardy
Nirwati Yapardy
Associate Certified Coach

Working as A Coach, Widyaiswara, Trainer, Facilitator, and Assessor at Training and Development and Government Management Study Center (Puslatbang KMP LAN RI). She completed her undergraduate degree at Educational Institute (IKIP) in Makassar. She accomplished her master's degree at Newcastle University in Australia, majoring in Human Resource Management and Industrial Relations. Specialize in Human Resources on Public Sector from the Malaysian Government, INTAN. Scholarship from the German gov

Konten Artikel Terkait

Explore lebih banyak artikel dalam kategori yang sama untuk menemukan informasi menarik lainnya.

Mengoptimalkan Potensi Individu dan Tim untuk Keberhasilan Organisasi
7 Feb 2024

Mengoptimalkan Potensi Individu dan Tim untuk Keberhasilan Organisasi

Dalam era globalisasi yang terus berkembang, keberhasilan sebuah organisasi tidak hanya bergantung pada struktur dan str...

6 Tips Menarik Perhatian Audien agar Tidak Terkesan Membosankan
1 Sep 2023

6 Tips Menarik Perhatian Audien agar Tidak Terkesan Membosankan

Dalam dunia yang penuh dengan informasi dan distraksi, menjadi seorang pembicara atau penulis yang dapat menarik perhati...

Menggali Potensi dan Memperkuat Kolaborasi dalam Tim
18 Aug 2023

Menggali Potensi dan Memperkuat Kolaborasi dalam Tim

Kolaborasi dalam tim adalah inti dari keberhasilan di banyak aspek kehidupan, mulai dari lingkungan kerja hingga proyek-...

Kunci Sukses di Balik Kolaborasi Tim yang Efektif
10 Aug 2023

Kunci Sukses di Balik Kolaborasi Tim yang Efektif

Kolaborasi tim yang efektif adalah fondasi bagi kesuksesan dalam berbagai proyek dan organisasi. Ketika individu-individ...