Knowledge is Power, Character is More
Self-Growth Coaching

Knowledge is Power, Character is More


Tahukah sahabat dengan film Dylan 1990 ataupun 1991 ? Jangan-jangan sahabat semua termasuk salah satu penonton dan yang sangat menyukai dengan peran dari Dylan dan Milea.

Cerita itupun membawa diri penulis melanglang buana kembali ke masa-masa indahnya di SMA, seperti juga sebuah lagu yang dibuat oleh Obbie Messakh yang berjudul “Kisah – kasih di Sekolah”

Resah dan gelisah

Menunggu di sini

Di sudut sekolah

Tempat yang kau janjikan

Ingin jumpa denganmu …

Dua hal inilah yang membawa penulis kembali teringat dengan sebuah tagline yang sampai hari ini menjadi salah satu prinsip yang dipegang teguh oleh penulis, yaitu  “Knowledge is POWER, Character is MORE” atau disingkat menjadi KiPCiM.

Tagline tersebut merupakan tagline dari sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di Bandung, yang termasuk salah satu sekolah favorit di kota tempat penulis dibesarkan. Di sebuah kota yang terkenal sebagai “Paris Van Java”. Sebuah tagline yang sampai dengan hari ini sangat meresap dan menginspirasi di dalam pikiran bawah sadar penulis serta mewarnai kehidupan selepas dari bangku SMAN hingga saat ini

Sebuah tagline atau quotes yang begitu kuat akan sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang dan akan memberikan dampak kepada motivasi serta visi hidup seseorang. Pada kesempatan ini penulis tidak akan membahas tentang visi kehidupan seseorang, tetapi yang akan penulis ceritakan adalah makna yang begitu luar biasa dibalik tagline yang telah memberikan pengaruh besar pada kehidupan penulis.

Yang menjadikan tagline ini begitu membekas bagi penulis adalah beberapa cerita yang terjadi selama penulis belajar dan menuntut ilmu di sekolah tersebut, cerita yang meninggalkan bekas hingga saat ini.

Cerita pertama, adalah saat penulis baru masuk dan merasa bersyukur dapat kesempatan untuk menuntut ilmu di salah satu sekolah favorit tersebut, di mana selama kelas 1 pun penulis merasa bukan merupakan murid yang pintar diantara teman-teman yang jauh lebih pintar … hehehehe …

Semester 1 dan semester 2 kelas 1 SMA dilewati penulis dengan tanpa halangan yang berarti dan cukup menyadarkan pada diri bahwa ilmu yang dimiliki saat itu belum merupakan sesuatu yang ‘wah’ karena ternya masih banyak teman-teman yang memiliki ilmu dan wawasan yang jauh lebih banyak dan beragam.

Baca juga Self-Growth Coaching: Setiap Orang bisa Berkembang Lebih Baik

Cerita berikutnya, saat kelas 2 SMA yang membawa penulis kepada sebuah cerita tak kan pernah dilupakan sampai kapanpun. Walau jauh dilubuk hati yang paling dalam penulis telah memaafkan apa yang telah dilakukan oleh sang guru (alm).

Suatu hari di pagi yang cerah dan ceria, dan saatnya pergantian jam pelajaran berikutnya dan kami semua merasa tegang karena guru yang akan mengajar adalah seorang guru senior dan terkenal killer di sekolah tersebut serta merupakan karateka Dan IV. Beliau mengajar pelajaran fisika yang sebenarnya merupakan pelajaran favorit dari penulis

Ditengah pelajaran, penulis dikagetkan dengan lemparan kapur yang mengenai kepala dan ternyata kapur tersebut dilemparkan oleh guru fisika tadi, sambil berkata, “Kamu maju ke depan … kerjakan soal di depan!” teriaknya dengan cukup lantang.

Penulis maju dan mencoba mengerjakan soal yang diberikan, tapi karena sudah shock duluan akibat lemparan kapur yang tak disangka-sangka, penulis menjadi grogi dan lupa semua teori dan pelajaran yang telah diajarkan. Hal itu rupanya membuat sang guru marah besar dan meminta untuk berhenti mengerjakan soal, kemudian diminta menghadap ke arah teman sekelas.

Tanpa disangka tanpa dikira, sebuah sodokan penggaris kayu mampir di pelipis mata (antara mata dan hidung bagian atas) penulis, sambil beliau berkata, “Saya kecewa sama kamu … kamu yang saya pikir punya perilaku yang baik dan pintar ternyata telah mengecewakan saya.”

Ibarat petir di siang bolong …. Duuuuaaaarrrrrr !!!

Saya terhenyak atas sodokan penggaris kayu dan kata-kata yang dilontarkan guru fisika tadi. Hal itu membuat saya kaget sekaligus kecewa atas sikap dan cara yang beliau lakukan terhadap diri penulis di hadapan teman satu kelas, di mana penulis menganggap hal itu adalah tindakan mempermalukan diri di hadapan umum.

Seketika itu respek dan rasa  hormat penulis pada sang guru jatuh dan hilang begitu saja. Tak pantas rasanya seorang guru bertingkah dan berperilaku seperti itu, terlebih kepada muridnya sendiri. Hal itu mencoreng semua nilai-nilai positif yang ada di kepala penulis terhadap guru fisika.

Di tambah lagi dengan kejadian kedua, masih dengan guru yang sama. Penulis lupa dengan kejadian awalnya, tapi akibat kejadian itu sang guru fisika kembali melakukan hal yang tak pantas menurut ukuran penulis saat itu.

Penulis dihukum untuk melakukan push up di pekarangan sekolah saat jam istirahat. Akibatnya semua siswa, baik adik maupun kakak kelas melihat diri ini dihukum depan khalayak umum. Makin jatuhlah penilaian terhadap guru ini.

Tak pantas rasanya seorang Guru yang seharusnya memberikan contoh baik dan memberikan ilmu bermanfaat melakukan hal itu kepada siswanya, terlebih lagi jika disandingkan dengan sebuah tagline “Knowledge is POWER, Character is MORE” yang seharusnya mencerminkan nilai-nilai yang dianut dan dimiliki oleh seluruh insan yang berada didalamnya, baik guru maupun siswanya.

Akan menjadi hal yang tak bernilai jika kita memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas tetapi tidak disertai karakter yang baik dan terpuji. Karakter pun tak ada artinya tanpa ilmu pengetahuan sebagai pondasi utamanya, karena karakter yang akan menuntun diri menuju nasib di masa yang akan datang.

Ada juga kutipan lain yang perlu menjadi pegangan kita bersama, yaitu “Once you stop learning, you start dying” (Albert Einstein) dan satu lagi adalah “Knowledge will give you power, but character will give you respect” (Bruce Lee), maka perlu kita sadari bahwa ilmu/pengetahuan itu penting, tetapi karakter menjadi sangat penting.

Penulis menilai bahwa pengetahuan mempunyai fungsi untuk mengontrol diri, fungsi prediksi, fungsi pengembangan, dan fungsi deskriptif, sedangkan jenis pengetahuan ada 2 (dua), yaitu : teoritis dan praktikal.

Sedangkan karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Jika dibuatkan menjadi sebuah rangkaian proses, yang di mulai dari norma, budaya, pendidikan, lingkungan keluarga/masyarakat membentuk konsep diri

Kemudian ditambah dengan pengalaman serta nilai/value akan menjadi sebuah persepsi/realitas. Hal itu kemudian tertanam dan terpatri serta terolah secara emosional. Lalu terbentuklah sebuah paradigma buah pikir yang akhirnya menjadi perilaku. Perilaku yang dilakukan berulang kali menjadi sebuah kebiasaan, kemudian kebiasaan yang dilakukan berulang kali akan menjadi sifat, lalu sifat yang terus menerus dilakukan berubah menjadi watak/karakter.

Proses ini seringkali dilakukan tanpa disadari karena sudah masuk ke dalam pikiran bawah sadar (PBS), dan PBS bisa dikatakan menjadi bahasa otak yang terbentuk tidak saja sekedar ilmu/pengetahuan tetapi menjadi suatu yang diyakini akan kebenarannya.

Dari pengalaman yang dialami oleh penulis sendiri, kita sebagai individu yang mau berkembang, harus menjadi seorang pembelajar. Tetapi pembelajar yang cerdas, artinya tidak serta merta menelan seluruh informasi yang dibaca, didengar, dilihat dan dirasa menjadi sebuah ilmu/pengetahuan yang bisa dijadikan acuan pribadi. Proses filterisasi informasi sangatlah diperlukan untuk menyaring ilmu/pengetahuan yang ternyata adalah sampah.

Ilmu/pengetahuan yang telah dimiliki pun jika tidak diimplementasikan atau diajarkan kembali akan menjadi suatu kesia-siaan dan tidak akan menjadi sebuah referensi dari bahasa otak yang terbentuk di PBS. Hal ini akan menjadi sebuah power yang luar biasa ketika sebuah ilmu/pengetahuan dapat diterapkan dan disebarkan ke lingkungan sekitar. Tetapi akan menjadi hal yang sebaliknya jika dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

Sementara karakter yang terbentuk dalam diri seseorang, ditentukan oleh 2 hal yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (yang sudah kita bahas di atas). Di mana faktor genetik (20%) merupakan sebuah karakter orisinil yang dimiliki setiap individu dan sangat dipengaruhi oleh kecenderungan otak dominan dan lapisan otak yang dimiliki. Sedangkan faktor lingkungan (80%) merupakan gemblengan dari faktor di luar diri kita (sudah kita bahas juga di atas). Walaupun faktor genetik memiliki prosentasi hanya 20%, tetapi jika setiap individu mau menyadarinya sebenarnya dialah yang merupakan inti kekuatan/kelebihan dari setiap individu.

Jika kita mau berkaca pada pola pendidikan yang ada di masyarakat Indonesia hingga saat ini, mayoritas dari kita sebagai orang tua masih memiliki pola untuk mengglembeng kelemahan daripada kelebihan anak. Hal ini terjadi karena adanya pola pikir bahwa jika kelemahannya digembleng terus menerus maka suatu saat nanti kelemahan ini sedikit demi sedikit berkurang bahkan harapannya adalah hilang. Padahal jika kita mau melihat sebaliknya, yaitu mengglembeng kelebihan yang dimiliki oleh anak, maka secara otomatis apa yang menjadi kelemahannya akan dengan sendirinya ikut berkembang.

Dari sini bisa kita simpulkan bahwa karakter akan sangat berpengaruh pada perkembangan jiwa seseorang dan bagaimana dia berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga ada yang mengatakan bahwa karakter seseorang akan menentukan nasibnya (destiny) di kemudian hari, dengan didukung oleh ilmu/pengetahuan yang mumpuni tentunya. Ilmu/pengetahuan yang banyak/luar biasa, akan menjadi tidak ada artinya atau bahkan menjadi berbahaya jika tidak didukung oleh karakter yang positif. Begitu pula karakter yang kuat tidak akan membuat seseorang menjadi pribadi yang bijaksana jika tidak disertai oleh ilmu/pengetahuan yang memadai.

“watch your thoughts, they lead to attitudes

watch your attitudes, they lead to words

watch your words, they lead to actions

watch your actions, they lead to habits

watch your habits, they lead to character

watch your character, it determines your destiny …” 

Teruslah menjadi pembelajar, karena ilmu/pengetahuan yang dipelajari akan membuat diri memiliki power, tetapi jangan lupa untuk membentuk dan menjaga karakter diri yang positif karena karakter diri akan menentukan kemana dan dimana kita akan berakhir.

Maksimalkan potensi diri Anda dengan bantuan Self-Growth Coach kami.

{$detail->author->name}}
Nizar Dangkua, CEC

Business, Leadership, and Self Growth Coach Check the profile at https://visecoach.com/nizar-dangkua

Related Posts