Mengapa Tidak Bahagia Mengejar Kesempurnaan?
Self-Growth Coaching

Mengapa Tidak Bahagia Mengejar Kesempurnaan?

@DailyVisecoach
@DailyVisecoach

Jika Anda pernah memikirkan apakah Anda termasuk seorang perfeksionis atau bukan, ada kemungkinan Anda termasuk golongan perfeksionis, setidaknya di kadar tertentu. Jika boleh jujur, setiap orang pasti menginginkan kesempurnaan karena konotasi positif dari kata ‘sempurna’ itu sendiri. Lagipula, siapa yang tidak ingin menjadi sempurna, bukan?

Namun, di kadar tertentu, menjadi perfeksionis itu membahayakan kesehatan mental. Orang menjadi sangat berambisi untuk menjadi sempurna, padahal sebenarnya yang dilakukan oleh mereka adalah menghindari label tidak cukup baik. Jika dipahami lebih mendalam, tidak cukup baik itu menjadi racun bagi pikiran kita.

Sejatinya, tidak ada makhluk apapun yang sempurna. Semua memiliki kekurangan dan kelebihan. Bagaimana cara kita mengelola kekurangan dan kelebihan itulah yang menjadikan kita sempurna, setidaknya menurut versi kita sendiri. Seringkali orang salah memahami antara sikap meraih pencapaian tinggi dengan sikap perfeksionis.

Mereka yang memiliki sikap ingin meraih pencapaian tinggi dalam hidupnya adalah individu berdedikasi yang memiliki Hasrat kuat untuk menyelesaikan hal yang dianggap penting bagi mereka. Pencapaiannya bukan berdasarkan apa yang menurut orang lain bagus, juga bukan tentang takut akan kegagalan, namun tentang meraih gratifikasi pribadi atas kesuksesan yang dicapainya.

Ambisi menjadi perfeksionis bukan dipicu oleh keinginan untuk mengejar kesempurnaan, melainkan karena ingin menghindari kegagalan. Jadi, itulah sebabnya, seorang perfeksionis sejati sebenarnya tidak mencoba untuk sempurna, tetapi mereka menghindari diri dari kondisi yang dinilai tidak cukup baik. Sikap menghindar ini yang mendikte perilaku dan cenderung menyebabkan depresi, kecemasan berlebihan, gangguan cara makan, dan bahkan niat untuk mengakhiri hidup sendiri. Inilah kenapa tidak bahagia demi mengejar kesempurnaan?

Baca juga 3 Sumber Kebahagiaan Yang Tak Pernah Pudar

Satu hal yang harus benar-benar disadari oleh setiap individu bahwa menggantungkan harapan dan ekspektasi setinggi mungkin hingga menyentuh garis batas yang tidak ada yang mungkin bisa mencapainya adalah jalan menuju ketidakbahagiaan. Apakah menjadi tidak bahagia menjadi tujuan hidup? Tentu saja tidak, bukan?

Disadari atau tidak, mereka yang menggantungkan ekspektasi begitu tinggi justru sedang menyentuh esensi dari pribadi yang perfeksionis. Suatu sikap yang tidak bisa bahagia sampai sesuatu hal menjadi sangat sempurna, tiada cela sedikitpun. Tentu saja, permasalahan dengan pemikiran seperti ini adalah bahwa pemikiran tersebut sebuah ilusi.

Karena hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Bisa saja setelah satu rencana matang terkonsep dan siap dijalankan, tiba-tiba keesokan harinya muncul suatu kendala yang tidak terduga. Otomatis rencana matang tersebut akan tertunda dan harus ditinjau ulang agar bisa berjalan dengan baik.

Dan seringkali, mencapai bahagia dalam hidup adalah dengan melepas semua ekspektasi tinggi yang kita gantungkan dan belajar lebih menerima atas semua yang sudah didapatkan dalam hidup ini. Jangan lagi menciptakan sebuah dunia yang ideal karena ideal absolut itu hanyalah ilusi. Dan banyak penelitian yang menyebutkan bahwa terlalu menunjukkan sikap perfeksionis bisa menghancurkan kebahagiaan yang justru sudah didapatkan selama ini.

Belajar menerima dan bersyukur atas semua hal kecil yang terlewatkan seperti bernapas, memiliki anggota tubuh yang lengkap, sehat, banyak teman, memiliki keluarga yang sangat suportif, memiliki cita-cita, pekerjaan yang sesuai dengan keahlian, hubungan cinta yang langgeng dan romantic, dan masih banyak lagi. Bersyukurlah, maka kita semua adalah individu yang berbahagia.

Maksimalkan potensi diri Anda dengan bantuan Self-Growth Coach kami.

Related Posts