Service Excellence Untuk Semua, Dimanapun, Kapanpun
Self-Growth Coaching

Service Excellence Untuk Semua, Dimanapun, Kapanpun


Sahabat pembaca, pada suatu ketika saya ingin sekali makan pizza (kejadian ini jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda). Pizza yang saya maksud bukanlah pizza yang bisa dibeli dari restoran pizza, tapi secara spesifik pizza yang khusus dibuat di gerai pizza “pesan antar”.

Sebenarnya saya bisa saja memesan pizza tersebut melalui aplikasi yang disediakan, namun karena saya ingin mencoba experience serta suasana di gerai pizza pesan antar. Saya memilih untuk datang dan membeli langsung. Kebetulan lokasi salah satu gerainya tidak begitu jauh dari rumah sehingga bisa saya jangkau dalam waktu kurang dari 15 menit.

Sesampainya di sana, saya mendapatkan area parkir gerai pizza tersebut penuh dengan kendaraan roda dua (motor). Saya sempat kaget dan berfikir sedang ada acara apa dan sempat terbersit untuk membatalkan rencana membeli. Namun setelah saya perhatikan lebih dekat, di depan gerai tersebut dipenuhi oleh banyak sekali remaja laki-laki maupun perempuan yang hampir seluruhnya mengenakan seragam hitam putih dan membawa map.

Saya langsung berpikir, “Mmm, mungkin di gerai ini sedang ada walk-in interview”. Jadi meskipun jalan masuk hampir tertutup oleh banyaknya para kandidat pelamar, saya tidak menemukan kesulitan untuk masuk ke gerai dan melakukan pembelian pizza.

Pada kondisi normal, di dalam ruangan untuk memesan dan melakukan pembayaran yang juga sekaligus menjadi ruang tunggu untuk pembeli, hanya terdapat 1 atau 2 buah kursi panjang. Namun karena bertepatan dengan proses rekrutmen ini, di dalam ruangan yang berukuran cukup sempit ini, dimasukkan lagi 2 meja dan 4 kursi tambahan untuk proses interview.

Baca juga Cara Simpel Meningkatkan Produktivitas Diri

Arogansi Pewawancara

Singkat cerita, saat menunggu pesanan pizza saya diproses saya coba memperhatikan seperti apa interview ini berlangsung dan untuk posisi apa sebenarnya yang sedang dibutuhkan. Dari percakapan yang dilakukan antara interviewer dan kandidat, sepertinya posisi yang dicari adalah untuk posisi front line staff dan delivery boy.

Yang menarik dari proses interview ini adalah salah satu interviewer-nya adalah petugas yang baru saja melayani pesanan pizza saya. Jika pewawancara di meja yang satu menggunakan seragam resmi (sepertinya vendor yang disewa oleh perusahaan untuk melakukan seleksi), petugas yang satu ini mewawancara kandidat ya masih dengan menggunakan seragam frontliner-nya.

Tadinya saya melihat proses interview ini sambil lalu saja sambil menunggu pizza saya selesai, namun karena saya menemukan satu hal yang menarik, akhirnya membuat saya jadi fokus pada apa yang berlangsung di hadapan saya.

Jika tadi petugas front line – sebut saja “Mbak X” melayani saya dengan ramah dan sesuai dengan SOP yang sepertinya sudah ditetapkan dalam melayani customer, pada proses interview ini attitude atau sikap yang diperlihatkan Mbak X berubah 180 derajat.

Saat menghadapi kandidat, sikapnya berubah menjadi sangat dominan bahkan sedikit arogan, dengan bahasa tubuh serta intonasi suara yang saya tangkap terkesan mengintimidasi seakan-akan ingin menunjukkan superioritasnya pada lawan bicara yang mungkin dianggap tidak paham apa-apa. Kontan saya langsung berfikir, apakah ini memang watak asli Mbak X atau dia sedang bermain peran antagonis dengan tujuan untuk memberikan pressure kepada kandidat.

Sebenarnya apapun jawaban dari dua pertanyaan saya di atas (watak asli ataupun bermain peran). Pada dasarnya sikap ini tidak bisa dibenarkan, karena biar bagaimanapun, kandidat pencari kerja ini bisa jadi bukan hanya akan menjadi pegawai potensial bagi perusahaan pizza tersebut, namun ia pun bisa jadi merupakan existing customer perusahaan pizza saat ini ataupun potential customer bagi perusahaan pizza di masa depan.

Bayangkan jika Anda adalah customer yang mungkin secara reguler (meskipun tidak sering) membeli produk pizza tersebut lalu mendapatkan perlakuan yang arogan seperti itu. Apakah Anda akan kembali untuk membeli pizza di tempat yang sama atau pizza dengan brand yang sama?

Pelajaran Penting

Hikmah yang dapat diambil dari kejadian tersebut adalah, saat ini banyak perusahaan yang mengaku atau mengklaim dirinya sebagai perusahaan yang customer centric atau customer focus dan berlomba-lomba memberikan yang terbaik kepada para customer-nya, dalam hal ini tentunya para customer eksternal mereka.

Namun yang tidak boleh dilupakan juga adalah bagaimana dengan customer internal (sesama karyawan perusahaan)? yang dalam hal ini juga bisa mencakup kandidat calon karyawan yang pada waktunya nanti akan memainkan peranan penting juga pada keberhasilan perusahaan dalam menyajikan customer service yang excellent.

Sikap yang ditunjukkan oleh Mbak X tadi sama sekali bertentangan dengan prinsip customer focus dan service excellence, karena sama sekali tidak menunjukkan landasan utama dalam menyajikan layanan yang unggul antara lain: kesan dan sikap yang positif, sopan santun, juga etika.

Saya jadi teringat pada satu artikel yang ditulis oleh Jeff Toister – seorang pakar layanan terkait beberapa hal yang yang seharusnya dilakukan perusahaan saat menghadapi atau memperlakukan para kandidat calon karyawannya:

1. Ciptakan kesan pertama yang baik/positif. Kandidat harus dapat melihat bahwa perusahaan memiliki lingkungan yang positif, yang dipenuhi oleh karyawan yang hangat, bersahabat, ceria dan sikap-sikap menyenangkan lainnya yang membuat mereka semakin ingin menjadi bagian dari perusahaan Anda.

2. Hargai waktu mereka. Petugas Human Resource mungkin sibuk dengan hal-hal lain di luar proses rekrutmen. Namun perlu diingat juga bahwa para kandidatpun juga bisa jadi sibuk bahkan mencuri-curi waktu dari pekerjaannya sekarang untuk dapat melakukan wawancara di perusahaan Anda.

3. Angkat citra perusahaan. Dalam proses wawancara, tunjukkan/tampilkan hal-hal yang terkait dengan seberapa baiknya perusahaan Anda untuk menjadi tempat berkarir bagi mereka, terutama bagi para kandidat yang potensial.

4. Selalu lakukan tindak lanjut. Jika Anda berjanji untuk menginformasikan hasil/langkah selanjutnya pasca interview, lakukanlah dengan baik dan benar. Tidak menepati janji hanya akan menunjukkan bahwa perusahaan Anda tidak bersahabat dan tidak terorganisir dengan baik.

5. Bersikap jujur dan terbuka. Bagi mereka yang tidak lulus/belum terpilih, ucapkan terima kasih dan tunjukkan penghargaan atas minat yang mereka tunjukkan kepada perusahaan Anda. Jangan pernah mengabaikan kandidat yang belum terpilih tersebut apalagi sampai memperlakukan mereka dengan tidak baik.

Kesimpulan: siapapun Anda dan apapun posisi atau peran Anda di perusahaan, jadilah seorang insan atau pribadi yang baik dan menyenangkan terutama dalam konteks berhadapan dan melayani customer. Teruslah menunjukkan sikap dan jiwa layanan yang excellence di manapun, kapanpun dan kepada siapapun.

Salah satu cara yang dapat Anda lakukan untuk menumbuhkan dan mempertahankan sikap serta jiwa layanan yang excellence adalah dengan melakukan coaching. Bagaimana caranya? Let’s talk! 😊

Jika menurut Anda artikel ini bermanfaat, silakan di-share kepada orang-orang yang Anda kasihi.

Salam sukses melayani.

Maksimalkan potensi diri Anda dengan bantuan Self-Growth Coach kami.

{$detail->author->name}}
Althaf Rafiq Tibyan, CPC

Certified Professional Coach Check the profile at https://visecoach.com/althaf-rafiq-tibyan

Related Posts